Tuesday, November 1, 2011

Workplace 3: VOCATION

Esni Naibaho, M. Div



Hari ini kita akan mengangkat tema mengenai Vocation. Vocation berasal dari bahasa latin, yaitu vocation dan voco yang artinya dipanggil atau memiliki sebuah panggilan. Vocation adalah sebuah panggilan Tuhan terhadap hidup yang kita jalani jalani sekarang ini. Vocation adalah panggilan kita untuk melakukan sesuatu yang berasal dari Tuhan, bukan dari diri kita. Jadi, berbicara masalah vocation berarti berbicara mengenai Allah yang menetapkan kita secara khusus untuk melakukan sesuatu kehendakNya melalui hidup kita. Kita bukanlah orang yang memilih panggilan kita, seperti karir, tetapi orang yang dipilih untuk hal itu.

Pemahaman mengenai vocation ini sering sekali terlupakan karena beberapa pengaruh. Yang pertama adalah fatalism, yaitu pemahaman yang meyakini bahwa hidup ada di bawah nasib dan tidak bisa diubah. Orang yang fatalism mengatakan agar tunduk kepada apa yang disuratkan kepada mereka. Kedua, nihilism. Berbeda dengan fatalism, dalam paham nihilism tidak mengenal nasib. Yang terpenting dalam paham ini adalah manjalani hidup apa adanya dan tidak berpikir ada nasib yang lebih baik. Berasal dari pemahaman kaum scoit yang mengatakan bahwa dunia ini fana dan akan lenyap nantinya. Ketiga, luck, yaitu pemahaman yang mengatakan bahwa segala sesuatunya didasarkan kepada keberuntungan. Tidak ada keyakinan akan kehidupannya untuk masa depan. Keempat, aktualisasi diri, yaitu pemahaman yang mengatakan jika seseorang memaksimalkan potensinya maka dia bisa mencapai hidupnya. orang dalam paham ini biasanya adalah orang yang dipimpin dirinya sendiri.

Dalam konsep Alkitab mengenai vocation dikatakan bahwa hidup manusia memiliki arti dan tujuan di dalam hubungannya dengan Allah. jadi vocation berkaitan dengan siapa yang memanggil kita dan siapa kita yang mendengarnya. Berbicara mengenai Allah dan manusia yang memiliki hubungan yang demikian dekat. Vocation juga berkenaan dengan tujuan tertinggi bagi keberadaan manusia. Dan manusia juga memiliki tujuan dan nilai hidup yang benar jika Allah terlibat di dalamnya.
Ada dua panggilan Allah bagi manusia yaitu panggilan untuk menjadi (called to be), yaitu menjadi umat Allah, murid Kristus, dan kudus, dan kedua adalah panggilan untuk melakukan (called to do) seperti bersaksi, melayani, berbuat baik, berkorban, mau menderita bagi Kristus, mandate budaya, mandate keselamatan. ‘Panggilan untuk melakukan’ tidak akan pernah bisa terjadi jika seseorang belum masuk dalam ‘panggilan untuk menjadi’. Ketika kita sudah dipanggil menjadi umat Allah, maka Allah memiliki panggilan khusus untuk umatnya di tengah-tengah dunia ini. Os Guinnes pernah berkata: “First and foremost we are called to Someone, not to something or to somewhere” [Yang pertama dan terutama dari panggilan kita adalah dipanggil kepada seseorang, bukan untuk melakukan atau kemana]. Lebih lanjut ia katakan: “Called to Someone is our primary calling, …and called to something or to somewhere is our secondary calling” [Panggilan kepada seseorang adalah panggilan primer kita dan panggilan kepada sesuatu hal atau sesuatu tempat adalah panggilan kita yang sekunder]. Kita baru bisa mengerti dan melakukan panggilan yang sekunder jika kita sudah mengalami panggilan yang pertama. Sering sekali yang menjadi masalah adalah kita sudah berada pada panggilan primer tetap kita berhenti di situ dan tidak menyadari bahwa kita memiliki panggilan sekunder.

Bagaimana kita belajar mengenai personal vocation. Greg Ogden memberikan tiga dimensi atas pangilan pribadi. Pertama, orang yang meyakini panggilan pribadinya terhadap panggilan itu orang itu mengalami ‘keharusan dari dalam dirinya untuk pergi’ (an inner oughtenss). Kedua, panggilan itu lebih besar dari diri kita. waktu kita melihat panbggilan itu rasanya terlalu besar dan banyak tantangan di sana-sini dan mustahil untuk dilakukan. Ketiga, panggilan itu membawa kepuasan dan memberikan sukacita. Walaupun panggilan itu terlalu besar dan seolah-olah mustahil dilakukan, tetapi ketika kita merenungkan dan belajar melakukannya, panggilan itu memberikan kepuasan dan sukacita dan tidak pernah ada penyesalan dalam diri kita. Gordon Cosby menambahkan satu dimensi lain yaitu bahwa kita sudah dilahirkan demikian dan untuk panggilan ini (that you are born to this).

Mari melihat kisah bagian firman dalam Fil 3:3-11. Dari ayat 3-6 kita menemukan cita-cita Paulus. Paulus sangat bejuang keras untuk menjadi seorang Farisi yang sempurna. Paulus berkata: “Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya pada hal-hal lahiriah. Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat.”(3-6) Hidup Paulus sebelum petobatan bukanlah hidup yang jahat tetapi rohaniawan dalam kategori orang Yahudi. Dia dibimbing oleh soko guru terkenal bernama Gamaliel (orang yang sangat dihormati) dan hal ini merupakan pencapaian dan kehormatan yang tinggi. Paulus mengejar cita-citanya dengan sepenuh tenaga dan hati (3:4 lih Gal 1:14). Dia tidak hanya penuh pengetahuan akan hukum taurat melainkan juga mempraktekkan dan memperjuangkannya. Tetapi yang mencengangkan ada diia berikutnya berkata: “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan. Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya” (7-10). Kita akan menemukan hal yang berbeda yang mengejutkan bukan saja orang Farisi tetapi orang yang percaya juga. Perubahan yang sangat mengejutkan. Apa yang telah berhasil dicapai dan dikejar sekarang dianggap sebagai kerugian. Sementara orang sedang berjuang keras untuk mengejar dan mengikuti jejak Paulus malah Paulus menyatakannya sebagai kesia-siaan.

Bagaimana hal ini bisa terjadi? Jawabannya adalah pertemuan Paulus dengan Yesus. Sebelum pertobatannya, ia berjuang sendiri mengejar cita-citanya. Dia meyakini bahwa untuk cita-cita itulah dia lahir dan hidup namun ternyata berbeda setelah pertobatannya. Tuhan menjadi pusat hidupnya yang menentukan bagaimana dia seharusnya hidup. Seseorang yang berada di dalam Kristus pasti akan mengalami perubahan dalam hal mindset, hasrat, maupun kehendaknya. Hal ini kelihatan dari diri Paulus. apa yang dianggapnya sesuatu yang dikejar dianggap sampah oleh karena pengenalan akan Yesus. Dalam Kis 26:19 Allah memanggil dan mengkhususkan dia. Paulus berjuang sepenuh hati memenuhi panggilan Allah, dia berkata: “sebab itu ya Raja Agripa, kepad penglihatan yang dari sorga itu tidak pernah aku tidak taat”.

Apa yang menjadi perbedaan cita-cita dan panggilan adalah terletak pada orientasinya. Cita-cita adalah apa yang kita inginkan atau kerinduan kita ke depan yang berorientasikan kepada kepuasan diri dan meninggikan harga diri dan memenuhi keinginan orang lain. Sedangkan orientasi panggilan orientasinya terdapat pada kepuasan Tuhan dan hati kita dan juga kepuasan banyak orang (menjadi berkat).

Panggilan memiliki beberapa prinsip. Pertama, harus jelas. Artinya tidak ada keraguan bahkan mampu menjelaskannya dan mempengaruhi orang lain. Maksudnya, waktu kita meyakini bahwa Allah menuntun kita termasuk dalam pekerjaan sekarang ini, mari yakini bahwa ada yang Tuhan inginkan melalui kita di tempat itu. Prinsip kedua adalah melahirkan keberanian. Menyadari akan ada tantangan dan kesulitan namun tidak mundur dan takut. Prinsip ketiga, ketaatan. Maksudnya adalah menyatakan kesungguhan hati dan kebulatan tekad untuk melakukan panggilan. Jadi ada kesiapan terhadap konsekuensi panggilan dan sikap untuk mengemban tugas dengan serius sampai tuntas.

Ada enam penghalang kita untuk melihat panggilan kita, yaitu:

  1. Gagal mengambil waktu untuk merefleksikan hidup. Adakah kita sedemikian serius akan visi hidup kita atau sekarang hal ini telah menjadi sesuatu yang terabaikan? Atau jangan-jangan orientasi kita sudah berbeda sekarang ini.
  2. Membuat perbedaan antara sekuler dan sakral dalam memahami panggilan. Perbedaan ini akhirnya membuat kita meniadakan Tuhan di tempat kerja dan hanya ada di gereja atau pertemuan-pertemuan ibadah. Ingat, panggilan Allah adalah seluruh aspek hidup dan pekerjaan yang kita jalani sekarang.
  3. Kegagalan membedakan anatara panggilan dengan karier dan pekerjaan. Kita menganggap karena sulit memahami panggilan, kita focus kepada karis. Betul, karir bisa menjadi panggilan jika melalui karir misi Allah digenapi dan menjadi salah jika focus kita hanya kepada rasa aman.
  4. Mengalah terhadap tiga godaan: keinginan berkuasa, yaitu keinginan untuk mengontrol memiliki pengaruh atau mengendalikan sesuatu; keinginan akan kemapanan dan keamanan; keinginan untuk populer dan prestise.
  5. Salah memahami tanggung jawab. Kita sering terjebak dengan menganggap kita memikul semua tanggung jawab kita sehingga kita memegang kuk yang seharusnya tidak bisa kita pikul.
  6. Gagal untuk mengapresiasi dan menerima keterbatasan. Ingat, kita terbatas. Hanya Tuhan yang tidak terbatas.

Bagai mana menguji panggilan?

  • Sudahkah kita hidup bagi Dia dan sesama? (Ro 14: 8; 2 Kor 5: 15)
  • Sudahkah hidup (studi atau kerja) kita sesuai dengan pimpinan dan pemeliharaan Allah?
  • Sudahkah studi atau kerja kita sesuai dengan talenta yang dikaruniakan kepada kita?
  • Sudahkah studi atau kerja kita sesuai dengan minat, kesukaan dan beban kita?
  • Kita perlu pertimbangkan kesempatan yang terbuka, kesulitan yang kita hadapi, hambatan dan keterbatasan kita. Ketika kita ditolak karena kebenaran yang kita tunjukkan itu adalah hal yang sangat wajar. Tantangan bukan berarti Tuhan tidak menginginkan Tuhan di situ. Mari tetap berdoa dan merenungkan panggilan Tuhan bagi kita dan apa kehendak Allah bagi kita.
  • Tidak selalu ini merupakan petunjuk bahwa Allah tidak kehendaki dari segi isi, sebab bisa hanya dari segi waktu
  • Contoh Yusuf. Sebelum menjadi orang kedua di Mesir, dia harus melewati setiap pergumulan, dibuang saudaranya, menjadi budak, dan dipenjara karena fitnah. Tetapi di dalam semuanya itu, dia tetap mengutamakan kehendak Tuhan dalam hidupnya. Mari belajar seperti Yusuf yang memahami dengan baik panggilan Tuhan dalam hidupnya di tengah-tengah setiap pergumulan di dalam hidupnya, sehingga kehendak Allah terjadi di dalam hidupnya.

No comments: