[Kotbah ini dibawakan oleh Drs. Tiopan Manihuruk, M.Th pada ibadah MBA JUmat 1 Mei 2009]
Hari ini kita akan belajar seri Gereja dalam tema Understanding Sunday Service. Pernahkan kita berpikir bahwa kita tidak perlu ke Gereja dan cukup hanya dengan saat teduh setiap hari? Apakah pembinaan, seminar, atau paket pembinaan lain sudah cukup bagi kita? Pernahkah kita tidak merasakan apa-apa jika tidak ke Gereja hari Minggu atau kita merasakan seperti ada yang kurang jika kita tidak pergi ke Gereja?
Kata Gereja berasal dari bahasa Portugis, igreja, yang berasal dari kata ekklesia, (Yunani), yaitu umat yang dipanggil Tuhan untuk bersekutu, dipanggil untuk datang berkumpul di rumah Tuhan. Mezbah pertamakali didirikan oleh Abraham dan sejaak zaman Abraham muncul persekutuan kolektif dari umat yang percaya. Hal ini berkesinambungan sampai pada masa di mana Musa membawa bangsa Israel ke luar dari Mesir. Dalam perjalanan menuju ke Kanaan, ada ada panggilan Allah kepadanya agar umat Allah beribadah di padang gurun. Dalam perjalanan kita melihat adanya Tabut Perjanjian sebagai bukti dari kehadiran Allah. Baru kemudian dalam perjalanan ini didirikan kemah pertemuan untuk beribadah dan umat Israel berkumpul di kemah ini untuk beribadah dan mendengarkan sabda Tuhan melalui Musa. Disinilah dimulai pentingnya ibadah secara kolektif.
Ketika Salomo selesai mendirikan bait Allah maka umat Allah beribadah pada hari Sabat secara kolektif atau komunal di sana. Kemudian di dalam Daniel pasal 6:10-12, Daniel berdoa tiga hari sekali dengan kiblat ke arah bait suci dikarenakan sebuah pemahaman teologis bahwa Allah hadir dibaitNya yang kudus. Jadi, dimana saja orang Israel berada pada saat itu, kalau mereka tidak bisa ke Bait Allah, maka mereka berdoa atau menengadah ke arah Bait Allah. Dan oleh karena itu jugalah orang Israel yang berada di diaspora (yang menyebar dimana-mana), sekali setahun ziarah ke Yerusalem atau Bait Allah. Mereka memahami betapa pentingnya persekutuan umat Allah di dalam baitNya Allah dan hal ini mereka lakukan berkesinambungan di dalam hidup mereka. Jadi dengan melihat latar belakang tadi kita melihat betapa pentingnya kehadiran Allah di BaitNya yang kudus.
Dalam Kis.20:7, dikatakan, ”Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecah-mecahkan roti, Paulus berbicara dengan saudara-saudara di situ, ....”. ’Hari Pertama’ di sini adalah hari Minggu ( bd. Kis.4:31; 11:26; 14:27; Ibr.10:25). Hari Minggu adalah hari pertemuan di dalam rangka perjanjian dengan Allah [sebenarnya sini ada pergeseran dari Sabtu ke Minggu]. Pertemuan ini adalah bukti bekerjanya Allah di dalam dunia dan ibadah tersebut adalah penyataan kasihNya kepada dunia. Ini terjadi sejak kebangkitan dari Yesus Kristus.
Mari melihat soal Yesus dan hari Sabat. Yesus biasanya pada hari Sabat bersama dengan para murid pergi ke Bait Allah atau Sinagoge (Lk.4:16,31). Paulus pergi ke Bait Allah pada Sabat, baik sebelum ’ditangkap’ oleh Yesus Kristus maupun sesudahnya (Kis.13:14-44; 14:1; 17:2; 19:8). Jika kita perhatikan Wahyu 1:10 dikatakan, ”Pada hari Tuhan aku dikuasai oleh Roh dan aku mendengar dari belakangku suatu suara yang nyaring, seperti bunyi sangkakala,” (band. Kis.20:7; 1 Kor.16:2).
Ada beberapa alasan kenapa hari Sabat bergeser menjadi hari Minggu. Pertama, hari Minggu adalah hari kebangkitan Kristus dari kematian dan Dia adalah Tuhan dari segala sesuatu. Yoh.20:1 mengatakan, “Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari masih gelap, pergilah Maria Magdalena ke kubur itu dan ia melihat bahwa batu telah diambil dari kubur” (band. Ef.1:20-22; 1 Ptr.3:21-22; 1 Kor.15:23-28). Jadi pergeseran terjadi sejak kebangkitan Kristus dimana hari Minggu dianggap sebagai hari kemenangan karena Jumat minggu kekelaman, Sabtu adalah minggu sunyi. Baru hari Minggu adalah hari yang baru dan hari kemenangan. Setelah kebangkitan, murid sering berkumpul pada hari Minggu. Kedua, Hari kebangkitan (Minggu) adalah inti Injil kekristenan. Di dalam 1 Kor 15:3-4 dikatakan, ”Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci” (band. Kis.2:31-32; 4:2,10,33; 10:40). Ketiga, Penulis Injil memberitakan bahwa Kristus berkali-kali menemui muridNya (pasca kebangkitan) pada hari Minggu (Mt.28:1,9; Lk.24:13-34; Yoh.20:19, 26). Keempat, datangnya Roh Kudus (pentakosta) terjadi pada hari Minggu (Kis.2). Kelima, Paulus biasanya (secara rutin) bertemu dengan orang percaya pada hari Minggu (Kis.20:7). Keenam, orang di Korintus biasa beribadah pada hari Minggu (1 Kor.11:17-34) dan pada saat itu sekaligus moment pengumpulan persembahan untuk orang miskin (1 Kor.16:2). Jadi Sabat tetap hari Sabtu, dan jika ada yang merayakan hari Sabat juga tidak apa-apa. Prinsipnya adalah Sabat untuk manusia, bukan manusia untuk hari Sabat.
Apa yang dimaksud dengan Sunday Service adalah sebagai sebuah kerinduan kepada Allah. Dalam Mazmur 42: 2-3, pemahaman ’bilakah aku datang kepada Allah’ jangan ditafsir bisa dilakukan dalam doa dan Firman. Dalam konteks pemazmur pemahaman ini memiliki pengertian bahwa kehadiran Allah identik dengan Bait Allah. Hal ini perlu kita pahami agar jangan bergeser pemahaman kita bahwa tidak ke Gereja atau beribadah pada hari Minggu tidak merasa apa-apa. Mari kembali melihat Maz 63:2-6. Mazmur ini ditulis saat Daud dikejar dan ingin dibunuh oleh Absalom (lih. 2 Samuel 15). Ketika Daud jauh dari Yerusalem, dia tidak mencari atau ingin kembali ke rumahnya atau istananya, tetapi yang dicari adalah rumah atau Baitnya Allah. Mari kembali melihat Maz 27:4, ”Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya”. Betapa pentingnya kemah pertemuan bagi kehidupan Daud. Ingat, Daud bukan ingin menikmati berkat, tetapi menikmati bait Allah. Hal ini menandakan betapa pentingnya baitNya Allah bagi orang yang beriman. Jadi jangan berpikir terlalu apatis dan skeptis soal Bait Allah karena Baitnya Allah bukan tempat sembarangan. Kerinduan Daud adalah pada Bukit Sion tempat di mana Kemah Suci berada, karena di tempat ibadah Daud melihat atau bertemu dengan Tuhan. Mari melihat Mzm.84:2-5, ” 2 Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam! 3 Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup. 4 Bahkan burung pipit telah mendapat sebuah rumah, dan burung layang-layang sebuah sarang, tempat menaruh anak-anaknya, pada mezbah-mezbah-Mu, ya TUHAN semesta alam, ya Rajaku dan Allahku! 5 Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau. S e l a” (bd. Dan.6:10-12). Ibadah adalah cermin yang secara tidak sempurna memperlihatkan Injil Allah kepada jemaat dan memperlihatkan jawaban atau respon jemaat kepada Allah.
Apa yang kita pandang dalam Ibadah sehingga Ibadah Minggu penting bagi kita? Pertama, di dalam ibadah kita akan menikmati kuasa, kemuliaan, kekudusan, kasih, kebaikan, pengampunan, penghiburan, pembebasan, dan keselamatan yang dari Allah. Walaupun kita tidak merasakan atau menikamati kuasa, kasih ataupun kekudusan Allah, bukan berarti yang salah adalah BaitNya Allah. Yang salah adalah diri kita sendiri. Kedua, dengan melihat hal di atas maka saat memasuki Bait Allah kita sujud menyembah dan berdiam diri dengan penuh rasa hormat dan takut akan Tuhan yang Maha Kudus. Oleh sebab itulah sikap kita pergi ke stadiun sepak bola harus berbeda dengan masuk ke dalam baitNya Allah. Pakaian juga merupakan pancaran dari kita akan hadirat Allah. Jika menghadap prsiden kita harus berpakaian dengan sopan dan resmi, apalagi bertemu dengan Allah. Ke Bait Allah memang bukan soal pakaian melainkan hati. Tetapi, ingat, hati terpancar dari pakaian. Masuk ke dalam hadirat Allah harus kita lakukan denagn sikap takut dan hormat. Ketiga, dalam pertemuan Tuhan dengan umat dapat juga terjadi rasa takut, sedih, bersukacita, berdosa, tenang/damai dst. Adakah rasa takut kita ketika akan masuk ke dalam Bait Allah karena menyadari bahwa kita adalah orang berdosa? Adakah kita pernah sedih karena sering kali gagal dalam menjalani hidup? Atau rasa sukacita kerena memiliki kesempatan bersekutu dengan Yesus? Dalam pertemuan dengan Allah di BaitNya, jemaat akan mengalami berbagai keadaan. Pertama, orang bisa mengalami sentosa dan ketenangan dan ada (Mzm.122:6-7). Kita juga merasakan kelegaan (Mt.11:28-29), dan dengan sikap rendah hati kita menghadap Allah (Mzm.95:6-7) dan kita menyampaikan Keluh kesah kita kepada Allah (Mzm.5:2-4). Kita mengalami kesegaran (Mzm.23:2-3) dan kepuasan dan pembaharuan (Mzm.103:5). Kita juga akan berorak sorai (Mzm.100:2-5; 150) dan bernyanyi (Ef.5:19; Kol.3:16), dst.
Ibadah Minggu itu sangat penting dan ada beberapa alasan pentingnya Ibadah Minggu. Pertama, sadarilah bahwa kewajiban kita yang pertama adalah beribadah kepada Allah, bukan bermisi. Seringkali orang berpikir bahwa kewajiban yang paling utama adalah bermisi. Pemahaman ini adalah salah karena kewajiban pertama bagi orang percaya adalah beribadah dan bersekutu dengan Allah. Dengan demikian kita dapat dilayani dan memperoleh kekuatan yang baru untuk melakukan mandat Ilahi. Kedua, pentingnya persekutuan orang percaya. Orang Kristen bukanlah petualang yang terisolasi tetapi anggota dari satu tubuh yang disatukan oleh iman kepada Kristus untuk vitalitas rohani (Rom.1:11-12). Kita bukan orang yang terisolasi dan Allah bukan hanya menyelamatkan sebatas personal, tetapi keselamatan pun adalah keselamatan untuk persekutuan umat Allah. Memang baik saat teduh dirumah, tetapi ibadah secara komunal juga sangat baik dan penting dan itulah sebabnya kita penting mengikuti Ibadah Minggu. Ketiga, transformasi spiritualitas. Orang percaya diperlengkapi untuk menyerupai Kristus dalam karakter dan tingkahlaku dengan pembacaan, penjelasan dan aplikasi Firman Tuhan (Ef.4:11-16).
Persekutuan secara kolektif adalah sesuatu yang sangat dirindukan oleh Allah. Oleh sebab itu dalam Ibadah Minggu kita, pertama, datang ke Gereja bukan untuk mencari sesuatu demi kepentingan pribadi di tempat ibadah. Seringkali orang berpikir jika dia datang beribadah hanya berfokus pada dirinya. Kita datang beribadah bukan untuk diri sendiri melainkan mau beribadah menghadap, menyembah dan memuji Dia. Artinya, jika saya datang Ibadah Minggu dan hanya ingin mendapatkan yang akau inginkan akan mengubah ibadah kita menjadi egosentris, padahal ibadah yang Allah inginkan adalah harus Christocentris. Misalnya, kita menolak datang ke Gereja tertentu karena tidak merasakan mendapat apa-apa. Kedua, kita datang bukan untuk menyenangkan diri. Jemaat tidak sama dengan sebuah konser atau pertandingan sepakbola. Kita beribadah dalam Ibadah Minggu ingin menyenangkan dan menyembah Allah. Jika pemahaman ini jelas, dari kotbah yang ’kurang bagus’pun kita bisa mendapat berkat. Pulang dengan sukacita dari Ibadah Minggu sangat baik, tetapi pusatnya bukanlah hal tersebut. Ibadah bukan untuk menyenangkan tetapi menyenangkan Allah, dan ketika Allah disenangkan pastilah umat Allah dipuaskan. Ketiga, kita datang bukan karena tertarik oleh sifat-sifat luhur anggota-anggota lain yang bergaul dengan ramah karena Gereja bukanlah balai tempat bersenang-senang. Warga jemaat harus baik dan ramah tetapi kita ke Gereja bukan karena alasan warga jemaatnya baik dan ramah. Keempat, kita datang bukan karena kita mau memperalat anggota-anggota lain untuk memenuhi kewajiban agama melalui mereka, karena jemaat Kristus hidup dari belaskasihan dan dari pembenaran oleh iman. Artinya, kita ke Gereja bukan karena merasa tidak enak melihat pendeta kita atau kita tidak ke Gereja karena orang yang tidak kita suka akan berkotbah. Kita harus menyadari bahwa dia adalah orang berdosa dan kita pun orang berdosa. Belas kasihan dan pembenaran dari Allahlah yang membuat kita datang ke Gereja.
Kelima, tetapi kita berkumpul karena kehendak Bapa yang adalah Bapa kita semua dan yang senang melihat umatNya berkumpul pada waktu tertentu sehingga Ia dapat memeliharanya dan tinggal di dalamnya dengan senang hati. Allahlah yang menempatkan kita dalam jemaat untuk saling berdampingan. Oleh sebab itulah jika kita memiliki masalah dengan orang lain harus segera diselesaikan karena kita adalah saudara di dalam Kristus. Keenam, Allah mengundang dan menempatkan kita satu meja dan memberi kita makan dari satu roti, yaitu roti anugerah (Mt.11:28; Why.3:20). Dalam teologia Lutheran, biasanya hari Sabtu pkl 18.00 lonceng Gereja akan berbunyi untuk meningatkan orang-orang bahwa besok adalah hari Minggu.baru pada pkl 06.00 hari Minggu pagi, lonceng Gereja dibunyikan lagi untuk mengingatkan orang agar datang. Ini adalah seruan atau undangan Allah bagi umatNya untuk datang ke jamuanNya di dalam Ibadah Minggu. Ketujuh, oleh karena rahmat dan kebaikanNya, Bapa mendirikan keluarga umat yang dipanggil untuk bersekutu di BaitNya. Oleh kerinduan Allah, maka anggota keluarga dipanggil untuk bersekutu bersama, inilah Sunday Service dna hal ini tidak bisa disamakan dengan Mimbar Bina Alumni. Kedelapan, Bapa senang melihat umat bersatu beribadah kepadaNya. Kristus menyerahkan nyawaNya untuk menyatukan orang percaya dalam satu tubuh (Ef.4:6; Kol.3:11; Gal.3:27-28). Melalui pemahaman ini, Gereja seharusnya hanya satu dan umum dan bisa dibedakan oleh bahasa. Misalnya untuk konteks Indonesia seharusnya hanya ada Gereja Kristen Indonesia apakah nantinya di daerah berbahasa Karo, Simalungun, atau Toba.
Di dalam Ibadah Minggu umat secara komunal menghadap hadirat Allah untuk beribadah, memuji, berdoa dan mendengarkan sabdaNya. Kristus mati bukan hanya membebaskan kita secara personal dari yang jahat, melainkan juga menguduskan bagi diriNya suatu umat. Yang senang berbuat baik. Umat Allah dengan berbagai latarbelakang dan persoalan bersama-sama membutuhkan rahmat dan kekuatan ilahi dan saling menguatkan, menghiburkan dan menolong. Itulah sebabnya sangat diperlukan Sunday Service. Jika kita melihat romantisme jemaat mula-mula (Kis 2), inilah jemaat yang sesungguhnya sehingga Sunday Service dinikmati banyak orang, tekun belajar Firman Tuhan, tekun berdoa dan memuji Allah, tekun di dalam berbagi perjamuan kasih, dan tekun di dalam misi. Mungkin romatisme Gereja mula-mula itu tidak akan kita temui sekarang ini tetapi inilah tanggungjawab kita untuk membangun Gereja agar kembali ke patron yang semula.
Umat yang letih, tertatih-tatih dan sakit dipulihkan kembali sehingga dengan kekuatan yang baru mampu pergi dengan sukacita untuk berkarya di tengah dunia. Ada mungkin yang datang denagn sukacita, ada yang datang dengan tangisan, ada yang mungkin datang dengan ketakutan, lemah lunglai, tetapi semuanya dilayani Allah secara kolektif melalui Ibadah Minggu. Misalnya, melihat orang menangis di Gereja karena ditegur dosanya kita bisa merasa ditegur dan dikuatkan. Gereja memiliki standar ganda, pertama, Gereja adalah umat yang dipanggil dari dunia kepadaNya dan sekaligus Gereja adalah yang diutus Allah kembali ke dalam dunia untuk bersaksi (Yoh.20:21). Karena itu mari memahami Sunday Service agar kita tidak memliki pemahaman bahwa Sunday Service bisa diikuti jika ada waktu dan bisa tidak diikuti jika kita tidak memiliki waktu.
Saya tidak tahu pandangan kita akan hari Minggu. Ada orang yang berani dengan iman menutup dagangannya dengan berkata bahwa Allah akan mememlihara hidup mereka. Tetapi, di kota sangat sulit jika semua pedagang Kristen menutup dagangannya. Dalam konteks teologia hal ini menjadi perdebatan, tetapi dengan pndekatan kontekstual yang pastoral hal ini dimungkinkan. Tetapi sebenarnya kita harus berani melangkah dengan iman bahwa selama enam hari bekerja cukup bagi kita dalam menjalani hidup kita. Mari menciptakan hari Minggu menjadi hari yang indah dan menikmati hadirat Allah. Usahakan untuk mengerjakan urusan rumah tangga selesai pada hari Sabtu. Setiap hari memang hari milik Tuhan, tetapi kapan ada waktu bagi kita untuk berduaan dengan Tuhan. Mari gunakan waktu kita agar ketika Sunday Service, kita betul-betul bersama dengan Allah.
Jika orang Israel yang belum hidup dalam kebenaran menjalani Sabat dan ketentuan yang ada dengag setia, mengapa kita yang sudah dibenarkan, diampuni, dan diselamatkan Allah tidak memahami teologia ini dengan benar. Maka, kuduskanlah hari Sabat. Benar! Dan sekarang kuduskalah hari Minggu, satu hari untuk betul-betul bersama dengan Tuhan dan mendapatkan kekuatan yang baru.
Solideo Gloria!
No comments:
Post a Comment