Tuesday, November 15, 2011

[Seri Eksposisi] Surat Kepada Jemaat di Efesus (Wahyu 2:1-7)

Drs. Tiopan Manihuruk, M. Div

Ini adalah bagian yang pertama dari tiga seri Eksposisi kitab Wahyu dari bagian surat kepada ketujuh jemaat. Ini adalah tulisan atau penglihatan dari rasul Yohanes di pulau Patmos. Kitab Wahyu tidak hanya berbicara mengenai akhir zaman, tetapi juga berbicara soal satu kehidupan di masa kini. Hari ini kita akan membahas surat kepada jemaat di Efesus. Kota Efesus adalah kota yang paling dekat ke pulau Patmos. Kota pelabuhan di muara sungai Kaister. Disebut sebagai ‘Metropolis Asia, yaitu sebagai ibukota provinsi Romawi dan pusat perdagangan yang kaya karena dilalui dua jalur perdagangan yang sangat ramai pada zaman itu. Di Efesus juga terdapat Kuil Ionik yang menghormati Dewi Diana atau Arthemis. Orang-orang di Efesus yang kafir menyembah kepada dewi Diana dengan menggunakan pelacur bakti. Sebelum mempersembahkan korban, mereka melakukan hubungan seks bebas sebagai satu penghormatan kepada dewi ini. Paulus pernah tinggal melayani di Efesus sekitar tiga tahun dan kemudian dilanjutkan oleh Timotius untuk menggembalakan jemaat Allah di sana. Berdasarkan tradisi gereja, Rasul Yohanes menggantikan penggembalaan jemaat Efesus sampai akhir abad pertama. Itulah sebabnya kenapa Yohanes menuliskan surat pertama kali kepada jemaat ini, yang dilatar belakangi letak geografis dan latar belakang dari Yohanes sendiri.

Jika kita perhatikan Wahyu 2:1, ada beberapa hal yang dapat kita pelajari. Dikatakan pada ayat 1: "Tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Efesus: Inilah firman dari Dia, yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kanan-Nya dan berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu." Ini adalah satu penglihatan yang dialami oleh rasul Yohanes di pulau Patmos. Surat diawali dengan penghargaan : ‘Aku tahu’ (1) – Allah tahu segala sesuatu dan tidak ada yang tersembunyi di hadapanNya. Yang ingin dikatakan Yohanes adalah bahwa Allah tahu apa pikiran jemaat di Efesus pada waktu itu. Jadi artinya tidak ada sesuatu yang dapat jemaat Efesus sembunyikan di mata Allah. Apa yang mereka lakukan, maupun apa yang mereka alami. Yohanes ingin mengatakan bahwa jika manusia masih mungkin bisa kita manipulasi sehingga mereka mendapati kita rohani. Tetapi Allah tahu kita rohani atau tidak. Allah tahu kondisi rohani, pikiran, dan seluruh sikap kita. Ada tiga hal yang dipuji Tuhan pada jemaat itu. Di dalam ayat 2 dikatakan: "Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta." Jadi yang pertama adalah kerja keras yang dimiliki oleh jemaat di Efesus. Menurut latar belakangnya, jemaat Efesus pada saat itu sangat memiliki banyak kegiatan dan program. Apa yang mereka kerjakan itu sampai melelahkan. Mereka sangat sibuk dalam pelayanan (bagaikan sarang lebah). Sehingga dikatakan bahwa jemaat Efesus sangat aktif sekali melakukan pelayanan bahkan mereka sampai lelah. Terjemahan asli dari ’jerih payah’ sebenarnya adalah ’kerja keras yang serius sampai melelahkan sangking banyaknya melakukan hal-hal bagi Tuhan’. Jemaat Efesus sangat rajin, banyak sekali kegiatan. Inilah sebuah jemaat yang sangat aktif dan bekerja keras sampai lelah untuk ’melayani’ Tuhan. Kedua adalah ketekunan. Ketekunan yang dimaksud di sini adalah kesabaran jemaat walau mereka menderita. Di dalam penderitaan, mereka tetap setia dan tekun kepada Allah. Hal ini sangat biasa. Perlu diketahui, kota Efesus adalah tempat pertemuan berbagai agama atau kepercayaan, dan juga sebagai pusat penyembahan kepada Kaisar, selain kepada dewi Artemis. Jadi di dalam satu kota yang penuh dengan agama-agama, jemaat di Efesus tetap tekun dan sabar menderita untuk mengikut Tuhan. Kemudian, penduduk Efesus sangat hormat kepada dewi Artemis. Karena itu jemaat itu tahu apa artinya dibenci, di fitnah, dan dihina di depan umum. Di tengah-tengah rasa benci orang Efesus kepada Jemaat, mereka tetap setia dan sabar. Mereka juga dimarginalkan, diboikot (dalam perdagangan) dan dikucilkan karena tidak menyembah dewi Diana dan Kaisar. Jika mereka sebagai penjual, maka non Kristen tidak ada yang mau membeli, jika sebagai pembeli, yang non Kristen tidak ada yang mau menjual. Hal yang sama mungkin terjadi di dalam kehidupan kita. Ketika berada di kantor kita di singkirkan karena kita orang percaya. Ini adalah jemaat yang luar biasa, sangat aktif, pekerja keras dan tetap setia di tengah-tengah penderitaan. Hal ketiga yang dipuji oleh Allah adalah kemurnian iman mereka. Pada waktu itu Efesus sering dikunjungi para pengajar palsu yang mengaku dirinya rasul padahal mereka adalah pendusta (2). Salah satu dari mereka adalah Nikolaus, seorang penganut Yahudi dari Antiokhia (ay 6, band Kis.6:5; 20:32-35). Tetapi, jemaat Efesus tetap setia, taat, dan tidak terdistorsi dari segi pengajaran.

Ini adalah jemaat yang luar biasa. Pekerja keras, aktif sekali, banyak program pelayanan, sabar dan tetap setia setia kepada Allah walau menderita, dan tetap murni pengajaran dan imannya walau ada pengajar palsu. Sangat sulit mencari jemaat dan pesekutuan seperti ini pada saat ini. Bahkan alumni-alulmi belum tentu bertahan dalah hal pengajaran. Bahkan barangkali bisa terjebak dalam teologia kemakmuran yang berkembang sekarang ini. Jemaat ini mengalami hal yang sama, tetapi mereka tidak tertipu dalam pengajaran palsu dan mereka bisa membedakan mana ajaran yang benar dan salah, sekaligus menolak mana yang salah. Inilah pujian Kristus, sang pemilik jemaat, kepada jemaat di Efesus. Pertanyaannya adalah bisakah tiga pujian Kristus di dapati dalam persekutuan kita?

Tetapi mereka yang bertahan di dalam ini ternyata dicela oleh Tuhan. Mari perhatikan ayat 4, "Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula." Bayangkan bagian ini diawali dengan pujian yang mengagumkan. Mereka hebat luar biasa. Tetapi ada satu hal yang telah mereka tinggalkan, yaitu cinta yang semula. Mereka jatuh dari puncak kasih dan dedikasi yang pernah mereka miliki. Kasih mereka telah pudar, dingin, dan menjadi sesuatu yang beku. Tidak ada lagi spirit cinta antara jemaat dan Allah. Secara de jure, jemaat ini masih jemaat Allah. Tetapi secara de facto, jemaat ini tidak cinta lagi kepada Allah. Inilah yang di tegur oleh Allah. Mereka hebat dalam pelayanan, tetapi mereka melakukannya bukan karena mereka cinta kepada Allah [band dengan Mat 24:12, "Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin."]

Dalam PL Allah sering menganalogikan Israel sebagai mempelai perempuan. Kini cinta perempuan itu telah pudar atau dingin dan ‘bercumbu’ dengan yang lain. Analogi ini terus dilakukan. Jadi ketika orang Israel pudar cintanya, Allah menegur berkali-kali. Dalam Yer 2:2 dikatakan, "Pergilah memberitahukan kepada penduduk Yerusalem dengan mengatakan: Beginilah firman TUHAN: Aku teringat kepada kasihmu pada masa mudamu, kepada cintamu pada waktu engkau menjadi pengantin, bagaimana engkau mengikuti Aku di padang gurun, di negeri yang tiada tetaburannya." Bayangkan orang Israel yang cintanya bagaikan cinta pengantin, bahkan siap berjalan di padang gurun tanpa ada tetaburan asal bersama dengan kekasih jiwanya. Inilah satu analogi yang dipakai Allah dalam relasi hubungan jemaat denga diriNya. Kegagalan jemaat Efesus adalah cinta sudah pudar atau dingin. Cinta antara jemaat dan Allah sangat penting karena ini adalah tanda dari sebuah Gereja yang hidup dan benar. Kemudian kasih kepada Allah menghasilkan penyembahan yang sungguh-sungguh, doa yang benar dan terhindar dari ibadah yang mekanis. Mari melihat ke dalam hidup kita ketika beribadah kepada Allah. Nikmatkah rasanya ketika kita bernyanyi? Masih nikmatkah ketika kita berdoa dan membaca Firman Allah? Yang namanya sedang jatuh cinta, pasti suka mendengar suara pasangannya. Jika mendapat surat dari dirinya pasti akan disimpan, dan jika rindu, pasti akan dibaca lagi.

Pertanyaannya, adakah kita membaca kitab suci sebagaimana kita membaca surat dari pasangan kita? Atau ketika melakukannya hanya karena keadaan terpaksa. Jika kita memiliki cinta kepada Kristus, hal tersebut akan terpancar dari satu kerinduan untuk mendengar suara dan membaca ’surat’ Kristus. Jika cinta kita kepada Allah sangat membara, salah satu tandanya adalah peka terhadap suara Allah. Sangat sensitif mendengan peringatan, teguran, dan penghiburan dari Allah. Salah satu yang perlu kita evaluasi adalah sejauh mana ketajaman kita terhadap firman Allah. Jika cinta kepada Allah masih ada di dalam diri kita, maka cinta tersebut akan mendorong diri kita untuk tetap taat. Cinta kepada Allah dibuktikan melalui ketaatan kepada Firman (Yoh.14:15, 21, 23). Kasih kepada Allah adalah taat kepada FirmanNya dan tidak mengingkari perintahNya. Mari melihat ke dalam diri kita, sejauh mana cinta kita itu dibuktikan dari sejauh mana kita taat kepada firman Allah. Inilah yang harus kita sadari. Oleh sebab itu jemaat Efesus ditegur Tuhan dengan sangat keras sekali. Apa yang mereka kerjakan tidak ada artinya karena tidak ada lagi kasih yang semula. Kita mungkin memimpin kelompok, kotbah, pengurus alumni. Tetapi jika kasih semula tidak ada antara kita dan Allah, maka semuanya adalah sia-sia.

Jika kita mengasihi kekasih kita, maka kita tisak akan pernah menghitung harga yang telah kita korbankan. Kasih kepada Allah juga membuat kita rela berkorban. Bukan meng- hitung apa yang telah kita bayar, tetapi justru menghitung apa lagi yang dapat kita persembahkan. Ketika kita mencintai Allah, maka kita tidak pernah menyesal mengikut Allah. Itulah sebabnya penting sebuah cinta kasih kepada Allah. Jika kita tidak cinta lagi kepada Tuhan, maka hubungan antara kita dan Tuhan bukan lagi hubungan yang baik, tetapi satu ketidak setiaan kepada Tuhan. Mari mengingat kembali ketika kita pertama kali bertobat. Adakah pengalaman kita pada saat itu masih tetap bertahan sampai sekarang atau sudah pudar?

Perintah Tuhan kepada mereka setelah mereka dicela Tuhan adalah: ”Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat.”(5). Hal pertama yang diingatkan Tuhan adalah agar Jemaat Efesus mengingat keadaan mereka yang semula. Mengingat bagaimana cinta mereka dahulu kepada Allah. Kemudian Allah memerintahkan mereka untuk menyadari sejauh mana mereka telah jatuh. Ketika menyadari bahwa diri mereka telah jatuh adalah merupakan titik awal dari pertobatan bagi mereka. Itulah sebabnya penting bagi kita untuk melakukan evaluasi, baik mingguan atau bulanan. Dengan demikian kita dapat melihat apakah cinta kita kepada Tuhan masih ada atau sudah pudar. Bertobat bukan hanya sekedar menyadari, tetapi berbalik dari dosa itu. Jika kita hanya titik sadar, kita semua pasti sadar bahwa dosa itu adalah dosa. ’Bertobat’ disini memiliki arti ’perubahan hati’. Orang yang berhenti berzinah belum tentu berubah hatinya, tetapi orang yang berubah hatinya pasti berhenti berzinah. Oleh karena itu di dalam bagian Firman Wahyu 2 ini, Allah mengajak agar jemaat Efesus menyadari dosa mereka dan merubah hati mereka, dan hal ini menjadi titik awal untuk kembali mencintai Tuhan. Mari kembali kepada cinta yang semula, cinta yang berkobar, dan jatuh cinta terusmenerus kepada Kristus, dan kasih kita kepada Tuhan tidak berubah oleh keadaan dan penyemabahan kita kepada Tuhanpun tetap konsisten oleh karena cinta kita kepada Tuhan yang tetap membara. Hal inilah yang harus kita latih, sehingga ketika kita bernyanyi, nyanyian kita betul-betul dapat kita rasakan.

Jika jemaat Efesus tidak bertobat, akan ada resikonya. Ayat 5 mengatakan: "... Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat." Jika kaki dian diangkat, maka jemaat itu ditinggalkan dan diabaikan oleh Allah. Kota Efesus sekarang menjadi Turki. Turki adalah sebuah negara yang kekristenannya sudah hilang. Gereja yang paling besar di Efesus pada zaman itu, sekarang bukan menjadi pusat menyembahan bagi orang Kristen. Hal ini sangat menyedihkan. Jemaat Efesus tidak pernah bertobat karena buktinya ada. Efesus sekarang telah menjadi Turki. Jemaat Efesus sudah hilang. Dan hal yang sama dapat terjadi pada saat ini. Bisakah kaki dian diangkat oleh Allah dari Perkantas, KMK atau PAK, atau Persekutuan-persekutuan lainnya? Sangat bisa. Mari mengevaluasi diri bersama-sama. Jemaat Efesus yang begitu hebatnya, begitu luar biasanya, tetapi ketidaktaatan oleh karena hilangnya kasih mula-mula, dalam waktu yang tidak terlalu lama, kaki dian diambil oleh Allah, dan jemaat Efesus punah dan tidak berbekas. Mungkin KMK, UKMKP, PAK, atau Perkantas mungkin hanya tinggal institusi. Lembaganya ada, kegiatannya ada, tetapi esensinya akan hilang, dan suatu saat akan sama dengan lembaga lain yang tidak mengakar oleh karena visi. Jangan sampai terjadi. Ini menjadi peringatan bagi setiap lembaga Kristen atau jemaat Tuhan.

Ayat 7 mengatakan: "Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus Allah." Ada dua peringatan terakhir sekaligus penghiburan. Jika bertelinga hendaklah mendengar, karena patung memiliki telinga tetapi tidak mendengar. Inilah kalimat yang Yesus ucapkan ketika Dia mengajar. Oleh karena itu, mari menjadi amnusia yang mendengarkan (’listen’ bukan ’hear’) hari ini, mari melihat kembali apakah cinta kita kepada Allah masih seperti dulu atau nsudah pudar. Mari kembali balik kepada Allah.

Solideo Gloria!

No comments: