Wednesday, November 2, 2011

[Seri Eksposisi] Mazmur 62

Prasasti Perangin-angin

Dalam dunia alumni, terkadang muncul pertanyaan “Kemanakah seorang alumni mempercayakan hidupnya?”. Atau “Dimana dan kepada siapakah alumni meminta tempat perlindungan?”. Dalam menyikapi pertanyaan-pertanyaan ini, tidak jarang alumni menempatkan kehidupan dan kenyamanan sebagai jawabannya. Ketika seorang alumni mendapat pekerjaan yang dari segi financial menjanjikan, ia bisa merasa nyaman. Ketika seseorang memiliki pekerjaan dan karir yang jelas, ia membuat itu sebagai sesuatu yang menjamin hidupnya. Tidak jarang juga kita mendengar bahwa jika kita telah PNS, maka kita tidak perlu kuatir lagi sampai masa akhir hidup kita. Kita juga ssering menggantungkan hidup kita pada pengetahuan, seperti jenjang pendidikan dan keterampilan. Bahkan harta yang banyak sering menjadi patokan bagi kita untuk memperoleh jaminan dalam menjalani hidup yang nyaman. Benarkah demikian?

Mazmur 62 ini akan menuntun kita kembali untuk melihat apa arti keterjaminan hidup, kepada siapa kita seharusnya menggantungkan pengharapan hidup, dan bagaimana kita melihat bahwa Allahlah yang menjadi tempat perlindungan kita.

Mari melihat lebih dalam lagi Mazmur 62 ini. Mazmur ini adalah nyanyian Daud, sebuah nyanyian kepercayaan kepada Allah sebagai tempat perlindungan. Dalam ayat 2-3 dikatakan, “Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah.” Dalam bagian ini kita melihat bagaimana Daud, sebagai Pemazmur, menyatakan bahwa Allah adalah satu-satunya landasan dan mahkota kehidupan. Hanya Allah sajalah yang nyata di dalam keteduhan dan jiwanya menantikan Tuhan tanpa ada perasaan segan. Sesuatu yang menunjukkan bagaimana dekatnya Daud kepada Allah. Ini bukan hanya berarti bahwa daripadanya datang keselamatan tetapi Allah adalah keselamatan itu sendiri (3). Belajar dari apa yang Daud alami, satu hal yang mungkin kita refleksikan, di mana tempat selama ini yang kita benar-benar merasakan keteduhan? Jika kebanyakan orang menyatakan bahwa jaminan akan harta adalah sesuatu tempat yang mendatangkan keteduhan, maka Daud berbeda di mana persekutuan dan kedekatan dengan Allahlah yang membuat dia menemukan keteduhan. Hubungan ini adalah tonggak utama dari keberadaanya dan walaupun selaku insan fana ia sedikit banyaknya tersingkir akibat tekanan lahiriah, tetapi ia mengetahui bahwa ia tidak akan dihalaukan. Ia tidak akan celaka (band. 2 Kor 4:8-9, “Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa.”) Ada iman dan keteguhan yang Daud tunjukkan dalam menghadapi setiap rintangan dan tekanan.

Bagi Daud, Allah adalah segala-galanya. Bagaimana dengan kita? Apakah Allah masih menjadi segala-galanya atau setiap kegiatan rohani yang kita lakukan hanya sebatas rutinitas belaka? Mari belajar dari Daud. Bagian ini berbicara tentang membangun kedekatan secara sepiritualitas dengan Dia. Persekutan dan penikmatan akan Dia yang akan memberikan keberanian dan ketenangan bagi kita menjalani kehidupan kita. Bagian ini berbicara tentang Daud dan Allah, kita dengan Allah.
Mari melihat ayat 4-5. Dikatakan di sana, “Berapa lamakah kamu hendak menyerbu seseorang, hendak meremukkan dia, hai kamu sekalian, seperti terhadap dinding yang miring, terhadap tembok yang hendak roboh? Mereka hanya bermaksud menghempaskan dia dari kedudukannya yang tinggi; mereka suka kepada dusta; dengan mulutnya mereka memberkati, tetapi dalam hatinya mereka mengutuki.” Dalam bagian ini kita melihat bagaimana Daud mengatakan sesuatu yang ditujukan kepada para musuhnya. Daud menguraikan bagaimana musuhnya datang menyerbu dia dengan segala pukulan dan ancaman. Dan mereka mengira bahwa ia (Daud) akan runtuh seperti dinding yang hendak roboh dan pagar yang sudah miring. Bahkan ayat 5 dikatakan bahwa satu-satunya keinginan mereka adalah mengempaskan dia dari kedudukanya atau singgasananya (bd ayat 3). Dan untuk tujuan inilah mereka bergembira dalam dusta dan kepalsuan yang dibungkus dengan wajah baik (band. 2 Sam 15:2-6). Dalam sebuah metafora, pemazmur seperti menjawab sendiri pertanyaan itu.
Ayat 6-8 mengatakan, “Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah. Pada Allah ada keselamatanku dan kemuliaanku; gunung batu kekuatanku, tempat perlindunganku ialah Allah.” Ada satu pengulangan atau penegasan keteguhan hati untuk menjadikan Tuhan sebagai tempat perlindungan. Dalam hal ini pemazmur mengalamai dua penglihatan yang berlawanan yaitu ‘penglihatan akal’ vs ‘penglihatan iman’. Dari pengelihatan akal, Daud nampak sebagai dinding yang sudah hampir roboh (4), sedangkan pengelihatan iman, dia aman di menara yang tinggi yang dibangun di atas batu karang (3, 7, 8). Bagi jiwa yang hanya mempercayakan diri pada Allah , waktu hanya akan membawa pengukuhan atas imannya. Iman memberi harapan kepada iman. Karena itu di dalam bagian kedua mazmur ini, prinsip dasar bagi kehidupan Daud (ayat 2,3) ditegaskan dengan lebih kuat lagi.
Dalam ayat 9 kita melihat ada gema desakan terhadap umat Allah untuk menjadikan Allah tempat perlindungan. Dikatakan di sana, “Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita.” Ada desakan bagi umat Allah (band. Maz 31:24-25, “24Kasihilah TUHAN, hai semua orang yang dikasihi-Nya! TUHAN menjaga orang-orang yang setiawan, tetapi orang-orang yang berbuat congkak diganjar-Nya dengan tidak tanggung-tanggung. 25 Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu, hai semua orang yang berharap kepada TUHAN!). Selain mendesak umat untuk menjadikan Allah sebagai tempat perlindungannya, lebih lagi Daud percaya bahwa rakyatnya yang setia juga akan dipelihara apabila memasrahkan hidup mereka kepada Allah. Sehingga ini menjadi kekuatan tersendiri bagi Daud yakni rakyat yang menjadi Allah sebagai tempat perlindungannya. Jika komunitas di mana kita berada mendukung kita, maka hal itu akan menjadi kekuatan bagi kita.
Ayat 10-11 dikatakan, “Hanya angin saja orang-orang yang hina, suatu dusta saja orang-orang yang mulia. Pada neraca mereka naik ke atas, mereka sekalian lebih ringan dari pada angin. anganlah percaya kepada pemerasan, janganlah menaruh harap yang sia-sia kepada perampasan; apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya.” Dalam bagian ini kita melihat bahwa manusia tidak ada apa-apanya. Kekayaan dan kekuasan tidak ada apa-apanya dan oleh sebab itu janganlah hati kita melekat kepadanya. Ini adalah satu bentuk peringatan kepada orang-orang yang akan menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekayaannya (benar atau salah jalan yang ditempuhnya). Dalam ayat 11 dikatakan bahwa segala ketergantungan pada harta milik duniawi membuktikan kekecewaan semata (bd Amsal 11:28). Daud memperingatkan agar insan-insan manapun dari tingkat sosial apapun, apabila tidak mempunyai iman tidak akan memiliki ketenangan (ban Maz 39:6, 12, 4:14). Mazmur ini tetap memperlihatkan pandangan ke depan, ia bertanya tentang apa hasil akhir hidup ini. Insan manakah yang mempunyai masa depan? Manusia beriman (2, 3, 6-8) atau manusia penipu yang berorentasi kepada harta dan kekuasaan (4, 5, 10, 11)?

Ada beberapa alas an yang dikemukakan pemazmur untuk menjadikanAllaah sebagai tempat perlindungan. Dalam ayat 12-13 dikatakan, “Satu kali Allah berfirman, dua hal yang aku dengar: bahwa kuasa dari Allah asalnya, dan dari pada-Mu juga kasih setia, ya Tuhan; sebab Engkau membalas setiap orang menurut perbuatannya.” Ini adalah klimaks dari bagian ini yang mengingatkan ulang bahwa ketenangan bersama Allah di dalam firmanNya kepada umatNya. Dan juga bahwa Dia adalah Allah yang kuat, Allah penuh kasih setia, Allah yang adil. Memahami kuasa Allah akan memampukan kita untuk percaya bahwa Allah sanggup memberikan yang terbaik di dalam hidup kita. Memahami kesetiaan Allah akan mengingatkan kita bahwa Dia tidak akan pernah meninggalkan kita. Dia tidak akan membiarkan kita jatuh sampai tergeletak. Memahami bahwa Allah adalah adil akan menjadi sebuah peringatan kepada kita bahwa Dia adalah Allah yang ‘membalas setiap orang menurut perbuatannya’. Mempercayakan hidup kepada Allah adalah pengharapan yang memberikan jaminan akan kesetiaanNya bersama kita.

Karena itu, percayakah kita bahwa hasil hidup ini berada di tenganNya dan hanya Dialah tempat perlindungan kita? Kepada siapakah kita mempercayakan hidup ini? Semoga semua kita akan berkata seperti Daud: ‘Pada Allah ada keselamatanku dan kemuliaanku; gunung batu kekuatanku, tempat perlindunganku ialah Allah’ (Mazmur 62:7).
SoliDeo Gloria!

No comments: