[Kotbah ini dibawakan oleh Denni B. Saragih, M. Div dalam ibadah Mimbar Bina Alumni, Jumat, 25 Januari 2008].
Kita sangat bersyukur kepada Tuhan karena kita masih bisa memasuki tahun 2008. Mungkin diantara kita ada yang merasa bahwa baru kemarin rasanya merayakan tahun baru 2007, baru kemarin masih kuliah dan sekarang sudah alumni. Kemarin baru SMU, sekarang sudah bekerja. Waktu terasa demikian cepat berlalu. Berbicara soal waktu, tidak bisa tidak, kita berbicara soal hikmat. Kemana waktu itu pergi? Kemana Tuhan membawa arah waktu? Itulah sebabnya, seri I MBA untuk tahun 2008 membahas mengenai hikmat karena kita memerlukannya untuk mengerjakan dan menghidupi waktu kita. Hal ini penting karena kita tidak tahu kapan waktu kita pribadi berakhir. Mari kita bayangkan, kita tiba-tiba mau meninggal, bagaimana mempertanggung jawabkan hidup kita? Mugkin ada yang akan berkata :”Saya menyesal sudah melakukan hal ini dan hal itu.”? Kali ini kita akan memulai dengan tema Tuhan dan hikmat. Bagaimana kita memahami Hikmat Allah supaya kita tidak merasa bahwa hidup yang kita jalani adalah hidup yang sia-sia atau berlalu begitu saja. Sering sekali alumni terjebak dalam situasi seperti ini. Sewaktu mahasiswa, hidup rasanya penuh dengan rasa antusias dan visi pribadi. Tetapi setelah alumni apakah kita masih perlu membicarakan visi pribadi? Akan menjadi apa kita 10 tahun atau 20 tahun ke depan. Sore hari ini, kita akan mempelajari apakah hikmat itu. Kemudian bagaimana kita memahami hikmat Allah dan apa tujuannya. Artinya, hikmat Allah kita pahami dalam rangka mencapai tujuanNya. Kemudian kita akan merenungkan hikmat Allah dalam kehidupan Abraham dan terakhir kita akan belajar mengenai hikmat Allah dan hikmat kita.
Apakah hikmat itu? Apakah hikmat itu hanya sekedar kecerdasan? Dalam Alkitab, hikmat itu bukan sekedar kepintaran atau kelicinan (kelicikan). Yang menentukan seseorang itu berhikmat atau licik adalah bagaimana dia menggunakan pengetahuannya. Apakah dia menggunakan pengetahuannya untuk sesuatu yang bermoral atau untuk sesuatu yang tidak bermoral. Dengan kata lain, seseorang itu akan menjadi licik jika dia menggunakan pengetahuannya untuk memperdayakan orang lain. Tetapi di dalam hikmat, ada kepintaran dan kecerdikan-kecerdikan. Di dalam Alkitab, hik- mat itu adalah kualitas intelektual dan moral sekaligus. Karena itu tidak berarti orang yang lebih pintar lebih berhikmat dan orang yang kurang pintar, kurang berhikmat. Mungkin kita memiliki perbedaan kecerdasan, tetapi tidak berarti orang yang lebih cerdas lebih berhikmat. Dalam Alkitab, kecerdasan harus bergabung dengan moral. Inilah yang disebut dengan hikmat. Dengan kata lain, intelegensia dan kepintaran diarahkan pada tujuan yang benar.
J. I Packer mengatakan : ”Wisdom is the power to see, and inclination to choose, the best and highest goal, together with the surest means of attaining it.” [Hikmat adalah kekuatan untuk melihat, dan kecenderungan/dorongan untuk memilih tujuan yang terbaik dan tertinggi bersama-sama dengan cara-cara yang paling tepat untuk mencapai hal tersebut]. Itulah sebabnya, kebebalan dalam Alkitab bukanlah kebodohan. Kebebalan adalah orang yang bersikeras untuk melakukan hal-hal yang buruk, meskipun dia tahu hal-hal yang buruk itu akan menghasilkan sesuatu yang tidak baik.
Alkitab mengatakan bahwa hikmat adalah esensi dari Allah, sama seperti kasih, kuasa, kebenaran dan kebaikan. Dengan kata lain, jika kita berbicara tentang suatu pribadi yang dilandaskan oleh hikmat dan tidak kekurangan hikmat, itu hanya ada pada Allah saja. Jika kita berbicara mengenai tindakan Allah, maka seluruh tindakan-tindakan Allah tidak ada yang kekurangan hikmat. Dengan kata lain, tindakan-tindakan Allah dalam menyatakan kuasaNya, dalam menegakkan kebenaran dan kebaikan, adalah tindakan yang dilandasi oleh hikmat Allah yang tertinggi dan hanya Allah yang sepenuhnya bertindak berdasarkan hikmat. (Berbeda dengan kita yag sering sekali kurang hikmat dalam bertindak). Ayub 9:4 mengatakan bahwa Allah itu bijak dan kuat. Menarik sekali, dimana Allah bukan hanya berhikmat, tetapi juga memiliki kekuatan. Jika seseorang memiliki hikmat tetapi tidak memiliki kekuatan, ini adalah hikmat yang ‘lemah’. Ia tahu bagaimana yang terbaik tetapi tidak memiliki kemampuan untuk melakukan atau mewujudkannya. Sebaliknya, orang yang memiliki kekuatan tetapi tidak memiliki hikmat akan menjadi sesuatu yang mengerikan. Akan menjadi sebuah bencana yang besar dimana seseorang punya kekuatan yang luar biasa dan memiliki kemampuan untuk melakukan banyak hal tetapi tidak memiliki hikmat sama sekali. Kita sangat bersyukur dimana Alkitab menyatakan bahwa Allah kita adalah Allah yang bijak dan berhikmat dalam mengerjakan tugasNya. Tetapi Allah juga memiliki kekuatan untuk menerjemahkan apa yang Dia anggap baik itu menjadi kenyataan. Jika hal ini kita imani di dalam hidup kita, kita akan mampu untuk memuliakan Tuhan.
Di dalam Ayub 12:13 dikatakan bahwa ”tetapi Allahlah hikmat dan kekuatan.” J. L Packer mengatakan bahwa God’s boundless Wisdom and Endless Power. Inilah tempat dimana kita bisa sepenuhnya percaya kepada Tuhan. Kita sepenuhnya bisa percaya kepada Tuhan karena hikmat Allah adalah hikmat yang tanpa batas dan kekuasaannya tidak punya akhir. Allah dan hikmatNya mengatur kehidupan kita sedemikan rupa sesuai dengan pikiran-pikiran dan rencana-rencanaNya. Tetapi dalam hal ini orang sering salah memahami dan mengatakan :” Jika Allah memang demikian, hidup saya seharusnya menjadi hidup yang tidak memiliki masalah! Tidak ada pencobaan atau kesusahan.” Menurut mereka, hidup ini harus enak dan santai. Bahkan, ada orang Kristen yang merasa bahwa seharusnya hidup orang beriman harus seperti ini.
Tujuan Allah bukanlah a trouble free life. Hikmat Allah digunakan untuk satu tujuan yang sangat dalam dan sangat indah. Allah menggunakan segala hikmat yang terbaik untuk membawa segala yang terjadi di dunia ini mencapai tujuan bagi anda dan saya. Tujuannya adalah supaya manusia mengasihi menghormatiNya, dan memujiNya atas dunia yang diatur secara menakjubkan dalam keragaman dan kompleksitas, dan menggunakannya sesuai kehendakNya untuk menikmati Tuhan dan dunia. Dunia adalah dunia dimana manusia meragukan manusia. Kita meragukan kebaikan orang lain. Tanpa disadari, orang juga menjadi ragu kepada Tuhan. Dia tidak percaya Tuhan mempuyai maksud-maksud yang baik kepada dirinya. Tetapi Alkitab adalah Alkitab yang punya cerita bukan mengenai manusia yang ragu kepada Tuhan, tetapi tentang Allah yang percaya kepada manusia. Itulah sebabnya, sampai sekarang Allah masih memiliki tujuan yang sama. Dia ingin kita mengasihi dan menghormatiNya dengan sungguh-sungguh. Dia percaya kepada anda dan saya, di dalam hikmatNya.
Meski manusia telah jatuh ke dalam dosa dan gagal, Allah tidak meninggalkan tujuanNya. C. S Lewis pernah mengatakan bahwa manusia adalah seperti anak kecil yang bermain di tepi pantai. Dia terlalu sibuk bermain rumah-rumahan pasir karena dia tidak tahu betapa indahnya pantai dan apa kenikmatan sebenarnya libur di tepi pantai. Manusia adalah orang-orang yang mengejar hawa nafsu dan kekayaan ketika Allah telah menyediakan bagi dirinya kemuliaan yang tidak terhingga yaitu untuk mencintai, mengormati, dan mengasihi diriNya. Inilah hikmat Allah bagi anda dan saya. Tuhan ingin kita hidup seperti ini. Tuhan tetap ingin ada banyak manusia yang memuja dan mengasihiNya. Tujuan tertinggiNya adalah membawa manusia pada satu keadaan dimana mereka menyenangkanNya sepenuhnya dan memujaNya dengan benar sebagai mahluk yang dikasihiNya. Allah akan berkarya sedemikian rupa dengan segala hikmatNya dan segala kekayaan kasih karuniaNya membuat hal itu menjadi kenyataan dan Dia tidak menyerah meskipun kadang-kadang kita memilih pilihan-pilihan yang lebih remeh dan kerdil yang didorong oleh keinginan dan hawa nafsu kita. Allah selalu menunggu dalam hikmatNya bahwa kita akan mampu menjadi mahluk yang mulia seperti mula-mula Dia ciptakan. Hal ini menjadi tantangan bagi kita. Apakah ke depannya kita semakin dekat dengan tujuan Allah atau semakin melorot dari tujuan Allah.
Tujuan Allah adalah supaya kita bisa memahami His saving love dan dapat meresponi kasih tersebut. Allah ingin kita sadar bahwa Dia sangat mengasihi kita dan ketika kita menyadari, kita pun mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh dengan kasih yang tanpa batas. Cinta itu tidak cemburu, kecuali cinta kepada Allah. Jika kita tidak cemburu maka kita berbagi cinta kepada Allah dengan cinta-cinta yang lain. Allah tidak mau. Ia adalah pencemburu yang luar biasa dan dia ingin anda juga mencintai Dia sedalam-dalamnya dan anda tidak ingin ada orang kedua atau ketiga dalam cinta Allah. Inilah iman Tuhan pada mausia.
Mari kita melihat iman Allah dalam kehidupan Abraham. Siapakah Abraham? Jangan dulu berbicara Abraham yang luar biasa sebagai bapak orang yang beriman. Abraham itu sama seperti saudara dan saya. Abraham adalah seseorang yang mau melakukan kebohongan murahan yang mengorbankan kesucian isterinya. Abraham meminta kepada Sarah mengakui dirinya sebagai adik Abraham, agar Abraham tidak dibunuh. Inilah Abraham. Tetapi Allah tidak kehilangan imanNya kepada Abraham. Allah percaya pada Abraham dan Allah punya hikmat bagi Abraham. Allah tidak putus asa melihat Abraham. Mungkin jika kita menjadi Abraham, kita sudah putus asa melihat diri kita sendiri. Kemudian, sifat dasar Abraham adalah adalah memiliki keberanian moral yang sangat kerdil. Abraham adalah orang yang sangat kuatir dengan keselamatan pribadinya. Abraham bukan seseorang yang perkasa, yang demi kebenaran mau mengorbankan nyawanya. Abraham seperti kita, berjiwa kecil. Mari kita renungkan dalam diri kita sendiri. Bagaimana kita hidup dalam keseharian kita dalam pekerjaan, ketika atasan kita meminta kita melakukan kebohongan-kebohongan kecil atau meminta untuk kompromi, apa yang kita lakukan?
Abraham juga sangat rapuh pada tekanan. Buktinya dapat dilihat dari bagaiman isterinya menyuruh Abraham untuk menikah lagi (karena mereka tidak memiliki anak). Abraham menikah dengan Hagar bukan karena mencintainya, tetapi karena dorongan isterinya. Kemudian Abraham juga mengusir Hagar karena permintaan Sarah. Dalam segala kekurangan Abraham, hikmat Allah bekerja untuk mengubah Abraham.
Allah mengubah Abraham. Abraham yang adalah man of the world menjadi man of the God. Abraham dituntun bertambah langkah demi langkah oleh hikmat Allah. Pertumbuhan Abraham terjadi dalam kelembutan ketika berhubungan dengan Lot. Ketika Abraham sudah semakin kaya, dia mempersilahkan Lot untuk terlebih dahulu memilih tanah untuk menjadi bagiannya (Kej 13). Abraham juga bertumbuh dalam dalam keberanian. Hal ini nampak ketika Abraham menyelamatkan Lot, dimana dia berperang dengan empat raja (Kej 14). Padahal sebelumnya, menghadapi satu raja saja Abraham sudah takut. Dan dia sekarang berperang dengan empat raja. Yang lebih mengherankan, dia berperang bukan bagi dirinya sendiri, tetapi untuk orang lain yaitu Lot. Abraham juga bertumbuh dalam hal dignity (kehormatan). Ketika dia memenang- kan peperangan, hasil peperangan tidak ia ambil sendiri, tetapi ia persembahkan kepada Tuhan. Kemudian ada kesabaran yang bertumbuh saat menanti puluhan tahun apa yang Tuhan janjikan kepadanya mengenai anaknya yang tak kunjung tiba. Dia juga menjadi man of prayer ketika dia berdoa sungguh-sungguh bagi Sodom dan Gomora yang akan Tuhan hancurkan (Kej 18:16-33). Yang terakhir, dia masuk pada ketaatan tanpa syarat dan iman sepenuh hati, ketika Allah meminta hal yang mustahil, yaitu mengor- bankan anaknya-Ishak, anak perjanjian, anak yang dinanti puluhan tahun, untuk menjadi korban bakaran bagi Tuhan.
Allah dalam hikmatNya tahu bagaimana akhirnya Abraham. Tahun demi tahun, jalan demi jalan, lewat banyak peristiwa, bahkan kegagalan dan juga tantangan-tantangan, Tuhan perlahan-perlahan membentuk Abra- ham agar mencintai Tuhan dengan sungguh-sungguh, dengan segenap diri, seperti Allah juga mengasihi Abraham dengan segenap hatiNya. Banyak diantara kita yang mungkin seperti Abraham. Jika kita mengalamiya, ingatlah bahwa Allah percaya kepada anda. Tuhan yakin, di dalam hikmatNya suatu hari Ia akan membentuk engkau menjadi seseorang yang beriman.
Hikmat Allah menuntun kita dalam kehidupan yang penuh dengan tantangan ini. Biarlah dalam tantangan ini kita berkata seperti Paulus : ”Tetapi jawab Tuhan kepadaku :” Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna.” (2 Kor 12:9). Kita akan megalami tantangan-tantangan seperti Abraham. Merasa lemah, gagal, dan kurang dalam banyak hal. Tetapi di dalam kelemahan kita, justru kuasa Allah menjadi sempurna. Banyak hamba-hamba Tuhan yang mengalami, bahwa disaat mereka gagal, lemah, dan penuh pergumulan, disitulah saat dimana mereka sungguh-sungguh mencintai Tuhan dengan apa adanya dan sungguh merasa Tuhan mengasihi dia apa adanya.
Hidup dalam hikmat Allah bukan seperti transportasi Kereta Api. Kereta Api di luar negeri dipantau melalui sebuah ruang kontrol. Melalui ruang kontrol ini, semua perjalanan kereta api bisa di kontrol. Kita tidak tahu alasan kenapa kereta dalam satu waktu di percepat atau diperlambat. Tetapi ketika di ruang kontrol, kita mengetahui alasannya, karena agar tidak terjadi tambrakan. Banyak orang merasa memahami bahwa Hikmat Allah seperti ruang kontrol tersebut. Sewaktu masuk ke ruang kontrol, kita mengetahui semua yang terjadi, kenapa lambat atau kenapa cepat. Seandainya kita tidak mengetahu Hikmat Allah, kita seperti penumpang yang di dalam kereta api yang tidak mengetahui kenapa kereta melambat atau melaju. Hal ini merupakan pemahaman yag salah. Ini bukan hikmat Allah. Hikmat Allah bukan berarti kita mengetahui segala hal. Jika anda berpikir anda akan mendapatkan pemahaman yang seperti ini, anda akan kecewa. Kita tidak akan pernah tahu mengapa dunia ini begini atau begitu.
Hidup dalam hikmat Allah itu seperti orang yang mengendarai mobil. Orang yang bawa mobil tidak perlu tahu kenapa ada gerobak yang berhenti diujung jalan. Dia tidak perlu tahu kenapa mobil yang di depan berhenti. Dia tidak perlu tahu kenapa begini dan kenapa begitu. Tetapi yang perlu ia tahu adalah kapan ia harus menginjak rem atau pedal gas. Dia perlu tahu apa yang dihadapannya dan dia perlu fokus menuju apa yang ada di hadapannya, dan berjalan melewati lorong-lorong, karena dia tidak perlu memikirkan yag ada di sekelilingnya dan tidak perlu tahu mengapa. Inilah hikmat Allah. Tujuan kita adalah apakah kita ingin menjadi orang yang mencintai Tuhan Allah dengan sungguh-sungguh sebagaimana Allah mencintai kita. Dengan pemahaman seperti ini, kita akan berjalan bersama-sama dengan Allah, melewati berbagai hal yang tidak kita pahami, tetapi akhirnya kita tahu bahwa bersama dengan Tuhan kita akan sampai ke tujuan kita.
Soli Deo Gloria!
No comments:
Post a Comment