Wednesday, November 2, 2011

Social Injustice 1 : MARGINAL

Pendahuluan
Shalom!
Jika beberapa minggu yang lalu kita banyak belajar eksposisi Mazmur dan Yakobus, maka di dalam beberapa pertemua belakangan ini kita, dalam MBA, banyak berbicara mengenai masalah-masalah yang sangat kontekstual dalam kehidupan kita. Sesuatu yang mungkin kita lihat dan alami dalam dunia ini. Jika dalam seri sebelumnya kita belajar mengenai seri Ekologi, Global Warming dan Energy Crisis. Maka dalam tiga pertemuan berikutnya kita akan belajar mengenai Social injustice & Law. Dan untuk pertemuan pertama ini kita akan belajar mengenai Kaum Marginal.
Social injustice
Apa sebenarnya Social injustice atau Ketidakadilan social? Social injustice didefinisikan sebagai sebuah konsep yang berkaitan dengan pernyataan yang tidak wajar atau ketidakadilan dalam sebuah masyarakat berkenaan dengan pembagian penghargaan, beban dan beberapa ketidaksamaan lainnya. Definisi yang lain juga menyatakan bahwa Social injustice adalah ketidakadilan moral atau ketidaksamaan dalam pembagian penghargaan atau beban-beban masyarakat. Dengan kata lain,  social injustice adalah situasi di mana orang-orang dalam sebuah komunitas tidak menerima akses kepada sumber-sumber dan kesempatan yang sama, misalnya akan tempat tinggal dan pendidikan. Ini adalah bentuk ketidakadilan yang muncul karena adanya prasangka, diskriminasi, penjajahan, racism, stereotype, dll.
Social injustice bukanlah sebuah fenomena yang baru. Keadaan ini sudah muncul sejak zaman dahulu. Bahkan alkitab mencatat banyak sekali social injustice yang terjadi.  Hal ini dapat kita lihat dalam kisah perbudakan yang dialami oleh bangsa Israel di tanah Mesir atau orang Samaria yang menjadi warga kelas dua. Dan masih banyak lagi contoh-contoh lain. Dan sampai masa sekarang ini ketidakadilan sosial juga masih selalu muncul.
Sudah banyak cara yang dilakukan manusia untuk menghilangkan social injustice, tetapi social injustice selalu muncul. Bahkan lebih jauh lagi, manusia banyak mencoba mengatasi hal ini dengan membuat hukum dan peraturan, tetapi tidak berjalan sebagaimana adanya. Jika dimunculkan pertanyaan mengapa hal ini selalu ada, jawaban yang menarik tepat diberikan Karl Barth. Ia mengatakan bahwa dosa warisan yang diderita manusia adalah kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri. Dan hal ini menyerap dalam sebuah komunitas dan akhirnya menjadi sesuatu yang menghasilkan social injustice.
Dan kaum marginal adalah kaum yang sering mengalami social injustice dalam hidup mereka. Sesuatu yang seharusnya menjadi perhatian kita para alumni Kristen.
Kaum Marginal
Marginal merupakan istilah yang sama dengan pinggiran, terbuang atau tersisihkan. Jadi kaum marginal berarti masyarakat yang terpinggirkan dan tersisihkan dan bukan merupakan fokus utama. Atau kaum marginal juga dapat diartikan sebagai sekelompok masyarakat yang terpinggirkan eksistensinya. Kaum marginal sering juga disebut masyarakat kelas bawah, masyarakat miskin, dan tidak bisa mendapat akses sebagaimana masyarakat pada umumnya. Kaum marginal adalah kaum yang kerap menyimpan persoalan dilematis di dalam kehidupan. Dan di dalam prakteknya, diskriminasipun muncul dari persoalan-persoalan yang timbul. Dan mereka juga banyak mengalami yang namanya ketidakadilan sosial, di mana society atau komunitas di mana mereka berada tidak memperlakukan mereka sebagaimana adanya mereka.
Jika kita melihat di dalam Alkitab, kita melihat bahwa budaya atau masyarakat di mana Yesus hadir adalah masyarakat yang sangat penuh dengan marginalisasi. Jika kita memperhatikan di dalam Alkitab, khususnya kitab-kitab Injil, kita menemukan bahwa ada empat kaum marginal yang sering menjadi korban ketidakadilan sosial dan tidak pernah dilindungi oleh kekuatan hukum.
1.    Kaum marginal dikarenakan oleh penyakit.
Salah satu penyakit yang paling membuat orang dipinggirkan dalam masyarakat Yahudi adalah penyakit kusta. Bagi orang yang berpenyakit kusta, mereka tidak dapat tinggal di dalam kota dan harus tinggal di luar kota. Hal ini terjadi karena menurut bangsa Yahudi, orang penyakit kusta adalah orang yang dihukum karena dosa, dan mereka adalah orang yang najis. Jadi, orang Yahudi tidak boleh dekat-dekat dengan orang penyakit kusta apalagi bersentuhan dengan mereka (band. Luk 17:12, …”mereka berdiri agak jauh..”).
Memang di dalam Imamat 13:45-46 dikatakan, 45 Orang yang sakit kusta harus berpakaian yang cabik-cabik, rambutnya terurai dan lagi ia harus menutupi mukanya sambil berseru-seru: Najis! Najis!  46 Selama ia kena penyakit itu, ia tetap najis; memang ia najis; ia harus tinggal terasing, di luar perkemahan itulah tempat kediamannya.” Dalam ayat ini kita melihat bagaimana ornag penyakit kusta harus dikarantina. Tetapi dalam kenyatannya, para guru-garu Yahudi telah bergerak jauh dari apa yang dimaksud dalam kitab ini dalam hal menyalahkan orang Kusta karena penyakit mereka ini.
2.    Kaum marginal dikarenakan gender
Dalam Alkitab kita menemukan bahwa seorang perempuan merupakan kaum marginal. Dalam Yoh 8:2-11, kita melihat sebuah cerita di mana seorang perempuan kedapatan berzinah. Diluar dari maksud bahwa mereka ingin menguji Tuhan Yesus, kita bisa memunculkan pertanyaan, ‘Mengapa hanya ada perempuan, dan mana pihak laki-laki?’. Dalam zaman itu hal ini tidak menjadi masalah karena perempuan memang masuk kaum marginal, bahkan dalam dalam sebuah sidang, kesaksian seorang perempuan tidak ada nilainya. Demikian juga dengan poligami. Seorang suami yang tidak mendapat anak dari isterinya berhak untuk mengambil perempuan lain untuk menjadi isterinya untuk mendapatkan keturunan. Ini semua adalah bukti bahwa pada masa itu, perempuan menjadi kaum marginal.
3.    Kaum marginal karena status sosial atau pekerjaan.
Dalam Luk 18:9-14, kita melihat bagaimana orang Yahudi memandang rendah seorang Pemungut Cukai, bahkan dalam agama Yahudi, salah satu pendosa besar adalah pemungut cukai. Mereka tidak mau berhubungan sama sekali dengan pemungut cukai bahkan untuk datang kerumah mereka juga orang Yahudi tidak mau. Demikian juga dengan orang miskin. Mereka sama sekali tidak pernah memandang orang miskin sebagai bagian dari society.
Beberapa kaum marginal yang lain adalah orang miskin dan kaum gembala. Semua mereka ini tidak mendapat bagian yang sesuai dalam masyarakat pada saat itu.
4.    Kaum marginal karena suku bangsa
Orang Yahudi menganggap bahwa mereka adalah bangsa pilihan. Hal inimengakibatkan mereka sering memandang rendah kepada bangsa lain dan menganggap bahwa Allah itu eksklusif milik mereka saja.  Demikian juga dengan Petrus, dalam Rom 11, yang disidang di Yerusalem karena rasul-rasul dan saudara-saudara di Yudea mendengar, bahwa bangsa-bangsa lain juga menerima Firman Allah (Rom 11:1). Ia telah memberitakan firman dan membaptis keluarga Kornelius (pasukan Italia di Kaisarea). Ini adalah satu bentuk bagaimana mereka memandang rendah orang lain.

Kita melihat bagaimana kondisi mereka, para kaum marginal ini. Selain mendapat hukuman badan mereka juga diasingkan dari tengah-tengah masyarakat. Ini adalah sesuatu yang menyakitkan.
Apa yang seharusnya kita lakukan? Mari melihat kepada Yesus.
1.    Apa yang Yesus lakukan kepada mereka yang punya penyakit kusta. Yesus tidak mengabaikan mereka. Yesus tidak menyingkirkan mereka. Bukan hanya dekat dengan mereka, bahkan Yesus menyentuh mereka. Hal dianggap najis pada saat itu. Bukan hanya menyentuh, tetapi Yesus juga menahirkan hati mereka, bukan hanya sekedar jasmani, tetapi juga rohani.
2.    Bagaimana dengan gender. Pada masa Yesus hidup, perempuan adlah warga kelas dua. Kitab-kitab Injil memuat banyak cerita mengenai perjumpaan Yesus dengan perempuan. Yesus mengampuni, menyembuhkan, dan mengajar mereka. Kemudian pada gilirannya mereka mereka melayani Yesus dengan mempersiapkan keperluan perjalanan, memberikan tumpangan, memperlihatklan kasih, memperhatikan kuburanNya sehingga menyelenggarakan upacara terakhir bagi Dia. Bukan hanya itu, mereka juga menjadi saksi mata akan kebangkitan Tuhan (ingat, biasanya kesaksian wanita tidak memiliki nilai dalam sebuah pengadilan).
Yesus menghormati perempuan, memeperlakukan mereka sebagai setaraf dengan laki-laki, menuntut norma-norma yang sama.
3.    Bagaimana dengan pemukut cukai dan pelacur? Yesus juga tidak pernah menolak mereka. Dalam Yoh 42, kita melihat bagaimana Yesus berbicara kepada seorang wanita yang juga memiliki  suami lebih dari satu dan sekarang sedang kumpul kebo! Dan kita akhirnya melihat bagaimana wanita ini menjadi missionaris pertama yang mengabarkan tentang Yesus.
Demikian juga dengan salah satu pemungut cukai yang bernama Zakheus. Yesus tidak menghindar dari Zakheus, tetapi menyapa Zakhesus dan mengatakan akan tinggal dan makan di rumah Zakheus. Sebuah perkataan yang membuat orang lain bersungut-sungut. Sesuatu yang sangat radikal jika dibandingkan dengan apa yang lazim terjadi pada masa itu. Ini adalah salah satu bentuk bagaimana Yesus merangkul mereka yang adalah orang berdosa. Yesus membenci dosa tetapi Ia mengasihi orang berdosa. Kasih yang menghasilkan pertobatan bagi perempuan dan Zakheus. Bahkan, Zakheus,  memberikan janji lagi kepada Tuhan.  8 Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat."  9 Kata Yesus kepadanya: "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham.  10 Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Luk 19:8-10).
4.    Bagaimana dengan marginal oleh sebab suku bangsa? Dalam Kol 3:10-11, Paulus, di dalam anugerah Tuhan berkata, 10 dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya;  11 dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu”. Jelas sekali dalam bagian ini Paulus berkata ”Say no to racism!”  Stigma-stigma dan stereotype akan suku tertentu akan menghasilkan yang namanya prasangka, dan mau tidak mau akan berpengaruh terhadap perilaku kita kepada mereka dan ini akan membuat mereka menjadi kaum marginal. Karena prasangka-prasangka tertentulah, maka Firaun akhirnya membuat bangsa Israel menjadi budak. Dia memiliki prasangka bahwa nanti bangsa Israel, yang sudah bertambah banyak, akan bergabung dengan musuh-musuh Mesir dan menaklukkan Mesir (Kel 1:8-10). Tetapi dalam Kolose ini jelas sekali dikatakan bagaimana semua adalah sama.

Semua pemarginalan yang ada di atas juga masih banyak bisa temukan dalam masa sekarang ini. Kita melihat bagaimana orang-orang dimarginalkan karena mereka sakit. Masih banyak orang yang mengalami penyingkiran karena mereka menderita penyakit AIDS. Masih banyak orang yang disingkirkan karena penyakit stroke karena dianggap mengganggu anggota keluarga yang lain. Bagaimana sikap kita terhadap mereka? Alitab memberikan jawaban melalui hidup Yesus yang mengasihi mereka dan merangkul mereka. Dan hal inilah yang seharusnya menjadi bagian kita.
Walaupun wanita sekarang telah banyak menunjukkan eksistensinya, tetapi masih ada beberapa suku yang memegang prinsip bahwa wanita tidak pernah sama apalagi lebih tinggi dari lelaki. Kebijakan-kebijakan dalam beberapa suku di Indonesia masih menguntungkan pria. Dalam keluarga suku batak juga menganggap bahwa memiliki anak laki-laki itu jauh lebih hebat dari pada mendapat anak perempuan. Apa yang bisa kita lakukan? Mari melihat kepada Yesus! Mari melihat apa yang Yesus lakukan terhadap wanita. Yesus menghormati perempuan, memeperlakukan mereka sebagai setaraf dengan laki-laki, menuntut norma-norma yang sama.
Jika pada masa Yesus, pelacur dimarginalkan, pada masa sekarang juga masih kaum pelacur masih dimarginalkan. Secara umum masih banyak orang dimarginalkan oleh karena pekerjaan atau status sosial mereka. Ingat, bukan berarti kita kompromi dengan dosa yang mereka lakukan oleh karena pekerjaan mereka. Kita harus membenci dosanya, tetapi kita tidak boleh mengabaikan mereka sedemikian rupa sampai-sampai kita tidak mau bergaul dengan mereka karena menganggap mereka sebagai sampah masyarakat.  Lebih parah lagi, bukan hanya kepada oknum pelaku, orang-orang juga akan cenderung memarginalkan keluarga mereka. Bahkan Philip Yancey dalam bukunya Soul Survivor menuliskan bahwa gereja yang seharusnya menunjukkan kasih kepada orang-orang yang dianggap sebagai ‘sampah masyarakat’ juga menolak mereka. Karl Barth dalam kotbahnya juga memberikan pernyataan yang senada. Ia mengatakan “Boleh dikatakan bahwa selama 18 abad gereja selalu mementingkan roh, hidup baru dan Sorga ketika diperhadapkan dengan kesengsaraan social. Gereja berkotbah, mengajar, menghibur, tetapi tidak menolong. Dimana kita sebagai alumni? Mari menolong mereka. Mat 25:40 berkata, 40 Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Yesus adalah sahabat bagi orang yang berdosa. Mari, sebagai anak-anak Tuhan, menjadi sahabat bagi mereka.
Marginalisasi oleh karena suku juga banyak terjadi pada saat ini. Dan banyak di antara kita juga melakukannya, mungkin secara tidak sadar. Ketika seseorang akhirnya memilih untuk tidak menikah dengan kekasihnya oleh karena kekasihnya dari suku Karo, Simalungun atau Toba, dia sudah terjebak dengan pemarginalan ini. Ingat dalam Kolose 3 tadi Paulus menyatakan bahwa kita tidak boleh racism. Jika memang benar-benar mencintai seseorang dan yakin bahwa Allah menuntun, pertahankan.
Kita Juga Adalah Kaum Marginal
Tidak bisa kita pungkiri bahwa hidup sebagai kaum minoritas dalam bumi Indonesia, kita juga sering mengalami pemarginalan. Kita mungkin disingkirkan karena kita adalah orang Kristen. Kita mungkin diasingkan karena kita memegang teguh prinsip-prinsip kebenaran dalam pekerjaan kita. Kita mungkin dibenci dan dimusuhi oleh karena integritas kita. Bahkan tidak jarang kita tidak mendapat pekerjaan oleh karena kita adalah orang Kristen. Ingatlah, Yesus tidak pernah mengabaikan kita sedetikpun. Yesus sangat memperhatikan dan memandang kita yang termarginalkan dengan belas kasihan. Dia mengerti dan dia peduli terhadap kita. Bahkan kepedulian ini kita bisa lihat di sepanjang pelayanan dan pengajaran Yesus.
Penutup
Kita bisa saja tanpa sadar menjadi orang yang memarginalkan orang lain atau kita melihat banyak orang-orang marginal disekeliling kita. Yesus hidup dengan melampaui batas-batas budaya Yahudi pada masa itu. Ia tidak malu untu bergaul dengan kaum miskin, perempuan, pemungut cukai, pelacur, orang Samaria, dan juga orang kafir. Yesus adalah sahabat sesama manusia tanpa membedakan status sosial, gender, ras, dan yang lainnya. Mari menjadi sama seperti Tuhan Yesus. Yang tidak malu untuk bergaul dengan mereka, walaupun apa yang kita lakukan menjadi kejijikan di mata orang. Mari sentuh mereka. Mari berbelas kasihan dengan mereka. Mari merangkul mereka.
Kita juga bisa menjadi korban pemarginalan oleh karena iman percaya kita. Dan mungkin hak-hak kita dirampas dan tidak diperdulikan. Ingatlah, Allah tidak pernah mengalihkan pandangannya terhadap kita. Yesus memperhatikan kita. Bisa saja, selama kita hidup, kita tidak memperoleh keadilan sosial sebagaimana yang seharusnya kita dapatkan oleh karena masyarakat memarginalkan kita, ingatlah, Ia tidak akan ingkar janji. Di surga, kita akan menerimanya. Apa yang kita peroleh di Surga, itu jauh melebihi apa yang tidak kita dapat oleh karena social injustice dan pemarginalan selama hidup di dunia.
Tuhan Yesus memberkati!

No comments: