Mari membuka Wahyu 21:1-27.
Bagaimana kira-kita kita bisa hidup dalam konteks masa yang akan datang itu. Kita memang hidup di zaman akhir. Ketika kita belajar Wahyu 21 ini, kita berharap bisa belajar bagaimana kita bisa hidup di dalam terang firman ini.
Kita harus mengakui bahwa ada beragam macam atau sikap kita di dalam menantikan hai yang akan datang itu. Ada penghiburan di dalamnya walaupun untuk beberapa orang bisa ketakutan. Kitab Wahyu ini (khususnya mulai Wahyu 4) penuh dengan simbol-simbol. Berbicara mengenai simbol-simbol mungkin bagi kita ini adalah aneh dan tidak familiar, tetapi bagi pembaca pertama simbol-simbol ini adalah sesuatu yang familiar dan bisa dipahami. Mengapa simbol-simbol adalah demi keamanan karena pada masa itu orang Kristen berada di dalam penganiayaan.
Pada ayat 1-2 dikatakan, “Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan laut pun tidak ada lagi. Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.” Wahyu adalah penglihatan yang diberikan kepada Yohanes di pulau Patmos.
Apa maksudnya bagian ini? Orang memahami bagian ini bermacam-macam. Pada umumnya orang memahami bahwa langit dan bumi yang baru akan datang ketika langit dan bumi yang baru hilang. Jadi penglihatan akan langit dan bumi yang baru dan hal ini telah ada dalam literatur Israel yaitu dalam Yes 65:1 dan 66:22. Siapa pendengar Yesaya pada PL adalah orang Israel. Kondisi bangsa Israel pada masa Yesaya sedang akan dibuang dan berada di bawah bayang-bayang penghukuman Allah. Tetapi di balik penghukuman ini ada satu janji dan harapan bahwa kelak akan kembali ke tanah perjanjian dengan kehidupan yang lebih baik dari semula.
Hal ini jugalah yang diyakini bangsa Israel dalam PB. Ketika mereka mendengar tentang Mesias dan masa yang akan datang mereka meyakini hal ini juga akan berlalu bagi mereka, di mana Tuhan akan memberikan hidup yang baru kepada mereka. dan pada kitab Wahyu, langit dan bumi yang baru dialamatkan kepada orang Kristen yang menyebar di Asia Kecil.
Dan menarik sekali dimana pada bagian awal alkitab dan akhir menyebut tentang langit dan bumi (Kejadian 1:1, “pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi”, dan Wahyu 21, “langit yang baru dan bumi yang baru”).
Langit dan Bumi Yang Baru
Kata “baru” diinterpretasikan bermacam-macam. Misalnya bagi kelompok yang memahaminya sebagai zaman langit dan bumi yang baru menggantikan langit dan bumi yang yang lama dimana yang lama akan binasa/lenyap dan dihancurkan diganti yang baru (lihat II Pet 3:10-12 dan wahyu 21:1).
Kelompok yang lain memahaminya berbeda yaitu langit dan bumi yang sekarang tidak akan dibinasakan melainkan dibaharui mengacu pada beberapa acuan. Pertama, Kej 6:13. Air bah juga api merupakan metafora yang mengilustrasikan penghukuman dan penghakiman Tuhan, di mana ketika Tuhan mendatangkan air bah tidak berarti melenyapkan bumi. Beberapa penafsir menyimpulkan bahwa II Pet 3:10-12 sedang menghunjuk kepada penghakiman final Allah bukan kepada penghancuran atau peniadaan bumi. Kedua, kata yang dipakai untuk ‘baru’ adalah “kaine” (Bahasa Yunani) artinya new in quality, fresh, rather than recent or new in time. Arti yang lebih tepat “segar” atau “kualitas yang baru”. Inilah langit dan bumi yang baru. Ketiga perhatikan ayat 5, “I am making everything new (terj NIV) not I am making new things.” Ayat ini mengarah kepada pembaharuan daripada penghancuran. Jadi kata ‘baru’ di sini bukan pemusnahan tetapi pembaharuan yang radikal (restorasi). Jadi penyebutan “langit dan bumi” menghunjuk kepada universe (keseluruhan) juga menunjuk kepada tempat yang bersifat material. Artinya unsur material di bumi dan langit yang baru tidak ditiadakan. “The new world is a place of material substance.”
Dalam ay 1-2 juga disebutkan bahwa ‘laut pun tidak akan ada lagi’. Apa maksudnya? Bayangan kita adalah samudera tidak ada lagi. Tetapi jika kita melihat bagaimana Yohanes mengalami penglihatan ini dan laut tidak akan ada lagi ini merujuk kepada Wahyu 20:13-15, “Maka laut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan maut dan kerajaan maut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan mereka dihakimi masing-masing menurut perbuatannya. Lalu maut dan kerajaan maut itu dilemparkanlah ke dalam lautan api. Itulah kematian yang kedua: lautan api. Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api itu.” Apa yang kita perhatikan disini mengenai laut? Jadi Yohanes membayangkan kematian ini seperti laut. Jadi di bumi dan langit yang baru tidak akan ada lagi kematian. Inilah maksudnya laut tidak aka nada lagi sebab laut adalah gambaran kematian.
Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.”
Kota itu disebut sebagai pengantin (nimphe) bagi Anak Domba. Hal ini menggambarkan hubungan yang sangat intim dan personal antara Allah dan gerejaNya. Yerusalem baru juga dinamai kota yang kudus. Yerusalem baru adalah sebuah kota namun ditempati oleh Allah. Kota itu menjadi baru karena di dalamnya Allah berdiam bersama umatNya di mana tiap sudut dan bagian kota itu merefleksikan kemuliaan Tuhan (21:3, 13). Gambaran Yerusalem baru (21:9-27) mirip dengan gambaran bait suci yang dilihat Yeheskiel (Yeh 40-48; penglihatan Yehezkiel akan bait suci). Gambaran kota suci Allah dapat kita bayangkan karena memiliki jenis material yang kita kenal dan ketahui. Yerusalem baru meliputi umat (orang yang ditebus), kehadiran ilahi (secara langsung Allah hadir) dan material lainnya (tempat, jalan, persembahan-persembahan, dsb). Penghuni Yerusalem baru menjadi tempat dari setiap orang yang telah menang. Kota kudus tersebut turun (coming down) dari surga dari Allah (diulang sebanyak tiga kali dalam 3:12; 21:2, 10). Mulai ay 9-27 kita melihat akan gambaran Yerusalem yang turun itu, bagaimana suasana dan keberadaan kota itu. Setidaknya kita menemukan tiga hal di sana; pertama adalah ada orang disana (21:27), kedua kehadiran Allah dikota itu (ay 3). Ketiga, Allah berdiam di kota itu. Hal ini berbeda dengan apa yang terjadi pada zaman Israel (ay 22). Jadi Bait Suci tidak ada lagi, karena Allah sendiri hadir bukan lagi melalui kehadiran Bait Suci. Tetapi Allah sendiri berdiam bersama dengan manusia. Allah sendiri dan Anak Domba adalah bait sucinya, tidak perlu ada lagi simbol kehadiran Allah. Allah berkenan berdiam bersama dengan umatNya. Hal keempat yang bisa kita lihat adalah bahwa Yerusalem Baru itu tempat pertemuan semua umat Allah (ay 13-14).
Apa yang menjadi perenungan kita dengan keyakinan bahwa semua ini terjadi? Bagaimana kita hidup di zaman akhir ini? Bagaimana kita hidup di dalam terang Wahyu 21 ini? Zaman di mana kita menemukan bahwa kita bersama dengan Allah dan Allah bersama dengan kita, dan tidak akanada lagi kematian dan kita tidak akan merasakan lagi kesakitan.
Kejahatan, penindasan, penderitaan, penyakit tidak akan ada lagi Itulah potret langit dan bumi yang baru. Visi inilah yang membuat kita orang Kristen pengikut Tuhan untuk tidak menyerah berjuang menghapus penindasan dan penderitaan. Berjuang melawan ketidakadilan, ketidakjujuran, dan ketidakbenaran bukan sebaliknya membiarkan semuanya dengan pikiran bahwa kelak dunia akan musnah. Kita dipanggil menjadi umat pemenang di tengah-tengah dunia yang semakin menuju keterpurukannya. Kita sedang berjuang.
Apa yang harus kita lakukan?
- Hidup dalam komunitas
- Secara pribadi mari membangun kepekaan terhadap suara dan kehendak Tuhan.
- Senantiasa bertekun dan berjaga-jaga
- Hidup dalam kekudusan (mengejar kekudusan)
- Meyakini bahwa kita pasti bersama dengan Allah.
1 comment:
Praise the Lord and Maraming salamat po dear ate Esni. Blessed Gbu
Post a Comment